Selasa, 27 Maret 2012

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square


Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Oleh I Putu Mas Dewantara
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana Undiksha

1. Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat baik dalam pembinaan sumber daya insani. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian dari pemerintah, masyarakat dan pengelola pendidikan.
Perkembangan zaman akan berpengaruh dalam sebuah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini menuntut perkembangan akan dunia pendidikan pula. Dengan pendidikan, seseorang akan mendapatkan berbagai macam ilmu baik ilmu pengetahuan maupun ilmu teknologi. Tanpa sebuah pendidikan, seseorang akan ketinggalan zaman dan tidak akan tahu tentang perkembangan dunia luar. Oleh sebab itu, pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Dalam arti yang lebih subtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya (Sumarliyah, 2010).
Pendidikan mempunyai nilai tanggung jawab untuk mendorong tumbuhnya nilai-nilai luhur dalam diri siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan harus diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi, disamping juga memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Faktor yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan, salah satunya adalah adanya iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim pembelajaran yang dikembangkan guru mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan belajar siswa. Dengan demikian, seorang guru harus dapat memilih pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dipilih guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Suyanto (2009:16) pembelajaran kooperatif membuat siswa yang bekerja dalam kelompok akan belajar lbh banyak dibandingkan dengan siswa yang kelasnya dikelola secara tradisional.
Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square merupakan model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share oleh Spencer Kangan pada tahun 1933.

2. Teori
2.1 Pembelajaran Kooperatif
a) Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar adalah suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok. Pembelajaran kooperatif berimplikasi pada terjadinya cognitive elaboration, peer collaboration (berupa tutorial teman sebaya), dan peer copying model, yang pada akhirnya mengarah kepada peningkatan prestasi akademik dan penghargaan diri, perbaikan sikap siswa (kecintaannya) terhadap teman sebaya, sekolahnya, serta mata pelajarannya, gurunya, dan lebih terdorong untuk belajar dan berpikir. Di samping itu, penerapan pembelajaran kooperatif dapat mempercepat perolehan beberapa keterampilan inti, seperti: keterampilan kognitif, keterampilan afektif, berpikir kritis, dan berdampak pada pengukuran prestasi dan sikap, pada tingkat pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Dengan landasan kerja student led discussion, khusus bagi siswa yang prestasinya rendah, kebermanfaatan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasinya, prestasi akademiknya, dan nilai-nilai sosial seperti kepekaan dan toleransi.
Untuk mencapai hasil maksimal, ada lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu (Wena, 2009:190):
1.  Saling ketergantungan positif
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif , pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling dibutuhkan.
2. Tanggung jawab perseorangan
Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanankan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka
Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
4. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan efektif.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman lain dalam mencapai tujuan bersama.

b) Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Adapun keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif adalah:
1)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.
3)      Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
4)      Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu serta kebutuhannya dalam belajar.
5)      Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran, mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi.
6)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa, dimana mereka telah saling bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Kelemahan-kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:
1)      Kerja sama kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, sebab mereka cukup memimpin dan mengarahkan kepada mereka yang kurang mamapu.
2)      Strategi ini kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
3)      Keberhasilan strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri.

c) Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al.(dalam Sumarliyah, 2010),yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar, di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja deagan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.


c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
            Model pemelajaran kooperatif tipe tink-pair-square merupakan modifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe tink-pair-share dan dikembangkan oleh Spencer Kangan pada tahun 1933. Think-Pair-Square memberikan kesempatan kepada siswa mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu pengertian bagi mereka untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah. Jika sepasang siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, maka sepasang siswa yang lain dapat menjelaskan cara menjawabnya. Akhirnya, jika permasalahan yang diajukan tidak  memiliki suatu jawaban benar, maka dua pasang dapat mengkombinasikan hasil mereka dan membentuk suatu jawaban yang lebih menyeluruh (Millis dkk. dalam http://www.scribd.com/doc/44381080).
            Kesempatan yang diberikan dalam pembelajaran Think-Pair-Square merupakan pemberian waktu kepada siswa untuk memikirkan jawaban mereka masing-masing, kemudian memasangkan  dengan seorang teman untuk mendiskusikannya. Akhirnya meminta siswa bergabung dengan kelompok lain. Inilah yang merupakan letak perbedaan Think-Pair-Square dengan pendekatan Think-Pair-Share yaitu proses pengelompokannya pada Think-Pair-Share adalah proses pengelompokannnya terjadi satu kali sedangkan pada Think-Pair-Square proses pengelompokannya terjadi dua kali yaitu adanya penggabungan dua kelompok menjadi satu kelompok.
            Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square digunakan untuk meningkankan kemampuan berpikir, berkomunikasi, dan mendorong siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square  membagi siswa ke dalam kelompok secara heterogen yang terdiri dari empat orang.

a)      Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square memiliki keunggulan dan kekurangan. Keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square adalah:
(1)   Optimalisasi partisipisasi siswa dalam kegiatan pembelajaran dan memberi kesempatan kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa lain.
(2)   Siswa dapat meningkatkan motivasi dan mendapatkan rancangan untuk berpikir, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam menguji ide dan pemahamannya sendiri.
(3)   Siswa akan lebih banyak berdiskusi, baik pada saat berpasangan, dalam kelompok berempat, maupun dalam diskusi kelas, sehingga akan lebih banyak ide yang dikeluarkan siswa dan akan lebih mudah dalam merekonstruksi pengetahuannya.
(4)   Setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan siswa yang lebih pintar ataupun dengan siswa yang lebih lemah.
(5)   Dalam kelompok berempat, guru lebih mudah membagi siswa untuk berpasangan.
(6)   Dominasi guru dalam pembelajaran semakin berkurang. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa untuk berusaha mengerjakan tugas dengan baik.

Selain beberapa keunggulan di atas, pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square juga memiliki kelemahan. Kelemahan-kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square diantaranya sebagai berikut.
(1)   Guru harus pandai mengatur waktu sehingga setiap tahapan dapat dilalui.
(2)   Guru harus dapat mensosialisasikan setiap tahapan berlangsung lebih baik.
(3)   Memungkinkan terjadinya kesulitan pengembilan kesimpulan saat siswa berdiskusi mengenai suatu pokok materi.


b)     Ciri-Ciri Pembelajaran Koopratif Tipe Think-Pair-Square
Menurut Lie (dalam http://repository.upi.edu/operator/upload s_d0251_0602421) pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square memiliki empat tahapan yang merupakan ciri dari pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square yaitu sebagai berikut.
(1)   Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberi tugas kepada semua kelompok.
(2)   Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
(3)   Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.
(4)   Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk membagi hasil kerja kepada kelompok berempat.

c)      Tahap-Tahap Pembelajaran (Sintaks) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square
Tahap-tahap pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square

Langkah-langkah

Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1
Pendahuluan
-        Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
-        Guru membagi kelompok yang terdiri dari empat orang
-        Guru menentukan pasangan diskusi siswa.
-        Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
Tahap 2
Think
-        Guru menggali pengetahuan awal siswa.
-        Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada seluruh siswa.
-        Siswa mengerjakan LKS tersebut secara individu.
Tahap 3
Pair
-        Siswa berdiskusi dengan pasangan mengenai jawaban tugas yang dikerjakan secara individu.
Tahap 4
Square
-        Kedua pasangan bertemu dalam satu kelompok untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang sama.
Tahap 5
Diskusi kelas
-        Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan jawaban LKS.
Tahap 6
Penghargaan
-        Siswa dinilai secara individu dan kelompok

            (Dikutip dari Lie, 2007 dalam http://repository.upi.edu/operator/upload s_d025_043603)


Penjelasan dari setiap langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tahap Pendahuluan
            Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi siswa agar terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan. Kemudian guru membagi kelompok secara jeterogen dan menentukan pasangan diskusi.

2) Think (Berpikir secara individu)
            Pada tahap think, siswa diminta untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan dapat juga dalam bentuk LKS. Pada tahapan ini, siswa menuliskan jawaban mereka, hal ini karena guru tidak dapat memantau semua jawaban siswa sehingga melalui catatan tersebut guru dapat mengetahui jawaban yang harus diperbaiki atau diluruskan di akhir pembelajaran.
            Kelebihan dari tahap ini adalah adanya waktu berpikir yang memberikan kesempayan kepada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah dari adanya siswa yang mengobrol, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.



3) Pair (Berpasangan)
            Langkah selanjutnya adalah siswa berpasangan dengan teman yang sudah ditentukan oleh guru, sehingga dapat saling bertukar pikiran. Setiap siswa saling berdiskusi mengenai jawaban mereka sebelumnya, sehingg mereka menyepakati jawaban yang akan dijadikan bahan diskusi kelompok.

4) Square (Berbagi jawaban dengan pasangan lain dalam satu kelompok)
            Dalam tahap ini, setiap pasangan berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain dalam satu kelompok. Pasangan yang belum menyelesaikan permasalahannya diharapkan dapat menjadi lebih memahami pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan pasangan lain dalam kelompoknya.

5) Diskusi Kelas
            Beberapa kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil jawaban LKS. Pada saat ini terjadi diskusi kelas.

6) Tahap Penghargaan Kelompok
            Penghargaan kelompok diberikan melalui dua cara. Yang pertama, diberikan di setiap pertemuan, yaitu di akhir pertemuan. Siswa dinilai secara individu dan kelompok. Penilaian dilihat melalui aktivitas selama pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square.
            Cara kedua, penghargaan diberikan secara akumulasi pada pertemuan ketiga. Penghargaan diberikan kepada kelompok yang memiliki nilai paling besar. Nilai kelompok diperoleh dari selisih nilai ketika siswa mengerjakan LKS secara individual (fase think) dan secara berdiskusi (fase pair dan fase square).
            Cara kedua dipilih karena melalui selisih nilai LKS pada tahap think dengan tahan berdiskusi (pair dan square) memerlukan waktu lama, sehingga penilaian tidak mungkin dilakukan selama proses pembelajaran. Maka penilaian dilakukan di luar jam pelajaran.
            Konstelasi antara ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square dan tahap-tahap pembelajaran seperti yang terlihat dalam tabel 1, terlihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Konstelasi antara ciri dan sintaks pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square
Ciri Pembelajaran
Konstelasi
Kegiatan Pembelajaran
(1)   Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberi tugas kepada semua kelompok.

(2)   Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.

(3)   Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.

(4)   Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk membagi hasil kerja kepada kelompok berempat.
1)      Guru membagi siswa secara heterogen yang beranggotakan 4 orang.
2)      Guru menentukan pasangan tiap orang dalam kelompok yang telah dibentuk.

Tahap Think
3)      Guru menggali pengetahuan awal siswa.
4)      Guru membagikan tugas (LKS).
5)      Siswa mengerjakan tugas dan menuliskan jawaban secara mandiri.
Tahap Pair
6)      Siswa berdiskusi dengan pasangan mengenai jawaban tugas yang dikerjakan secara individu.
Tahap Square
7)      Kedua pasangan bertemu dalam satu kelompok untuk berdiskusi mengenai permasalahan yang sama.

d)     Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Square dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berikut ini adalah contoh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas XI SMA.







RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan      : SMA
Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester            : XI/1 (gasal)
Alokasi Waktu            : 2 x 45 menit (1 kali pertemuan)
Standar Kompetensi   : Membaca
3. Mampu memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca nyaring.
Kompetensi Dasar      : 3.1  Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui  kegiatan membaca intensif
Indikator                     :           
1.      Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
2.      Menemukan kalimat penjelas yang mendukung gagasan utama
3.      Menemukan paragraf induktif dan deduktif
4.      Mengidentifikasi ciri paragraf induktif dan deduktif
5.      Menjelaskan perbedaan antara  paragraf induktif dengan induktif

I.   Tujuan Pembelajaran
1.      Siswa mampu menemukan kalimat utama dan kalimat penjelas pada paragraf.
2.      Siswa mampu mengidentifikasi ciri paragraf induktif dan deduktif
3.      Siswa mampu menemukan paragraf induktif dan deduktif
4.      Siswa mampu menjelaskan perbedaan antara  paragraf induktif dengan induktif
5.      Siswa mampu mengidentifikasi pola-pola pengembangan paragraf

II.  Materi Pembelajaran
1.      Pengetian Paragraf
Paragraf adalah gabungan beberapa kalimat yang memiliki kesatuan ide atau gagasan; penuangan ide dalam bentuk rangkaian kalimat yang tersusun secara teratur dan sistematis dalam kesatuan yang bulat. Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraph tersebut (Sabarti Akhadiah, 1988: 144).

2.      Fungsi Paragraf
Dalam sebuah wacana, selain sebagai penanda peralihan topik pembicaraan, paragraf juga berfungsi untuk mencegah kebosanan terhadap suatu uraian yang panjang.

3.      Unsur-Unsur yang Membangun Paragraf:
a. Tema
b. Kalimat topik
c. Kalimat penjelas
d. Judul
e. Tanda baca

4.        Paragraf Deduktif dan Induktif
Berdasarkan letak kalimat topik dalam suatu paragraf, paragraf debedakan menjadi dua, yaitu paragraf deduktif dan paragraf induktif.

B. Pola Paragraf Induktif
Kalimat Penjelas

Kalimat Penjelas

Kalimat Penjelas

Kalimat Topik
 


A. Pola Paragraf Deduktuf
Kalimat Topik

Kalimat Penjelas

Kalimat Penjelas

Kalimat Penjelas      




5. Pola Pengembangan Paragraf / Penalaran dalam Paragraf

                                 Induktif (Generalisasi, Analogi, Sebab-Akibat)
Penalaran
                                 Deduktif (Silogisme, Entimen)

Penalaran Induktif   :  Proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Penalaran Deduktif  : Didasarkan atas prinsif-prinsip umum ditarik kesimpulan tentang suatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala tersbut. Penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus.

1. Penalaran generalisasi merupakan bagian penalaran induktif. Penarikan berdasarkan data yang sesuai dengan fakta atau data. Fakta atau data dapat diperoleh melalui penilaian pengamatan, atau hasil survei. Jumlah data atau fakta khusus yang dikemukakan harus cukup dan dapat mewakili.
contoh:
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kepada siswa SMA 2000. Saat mereka melaksanakan upacara, semua siswa memakai sepatu hitam dan kaus kaki putih. Pakaian mereka putih-putih dan kemeja dimasukkan ke dalam celana dan ke dalam rok, memakai ikat pinggang warna hitam. Pakaian mereka dilengkapi lagi dengan dasi dan topi abu-abu. Jadi, dapat dikatakan siswa SMA 2000 pakaiannya seragam dan tertib sewaktu
mengikuti upacara.

2. Penalaran analogi, bagian dari induktif. Penalaran dengan membandingkan dua hal yang berbeda, tetapi memiliki berbagai persamaan. Berdasarkan banyak kesamaan tersebut, ditariklah suatu kesimpulan.
contoh:
Seseorang yang menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung. Sewaktu mendaki, ada saja rintangan seperti jalan yang licin yang membuat seseorang jatuh. Ada pula semak belukar yang sukar dilalui. Dapatkah seseorang melaluinya? Begitu pula bila menuntut ilmu, seseorang akan mengalami rintangan seperti kesulitan ekonomi, kesulitan memahami pelajaran, dan sebagainya. Apakah Dia sanggup melaluinya? Jadi, menuntu ilmu sama halnya dengan mendaki gunung untuk mencapai puncaknya.

3. Penalaran sebab-akibat juga merupakan bagian induktif. Penalaran dimulai dengan mengemukakan fakta berupa sebab lalu disusul dengan kesimpulan yang berupa akibat.
contoh:
Hujan berturut-turut mengguyur desa kami. Air sungai berangsurangsur naik. Jalan dan halaman rumah pun mulai digenangi air. Akhirnya, banjir pun melanda desa kami.

4. Silogisme adalah bagian penalaran deduktif.
Contoh:
            Premis Mayor  :  Barang siapa melanggar praturan X harus dihukum.
            Premis Minor   :  Ia melanggar peraturan X.
            Kesimpulan     :  Ia harus dihukum.

5. Entimen merupakan bagian dari penalaran deduktif. Entimen pada dasarnya sama dengan silogisme. Tetapi, di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan / tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat diatas dapat dipenggal menjadi dua:
a. Menipu adalah dosa.
b. Karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpilan dan b adalah premis minor. Maka silogisme dapat disusun:
            Premis Mayor  :
            Premis Minor   :  menipu merugikan orang lain
            Kesimpulan     :  menipu adalah dosa.



III. Metode Pengajaran
1. Model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square
2. Diskusi
3. Tanya jawab
4. Penugasan

IV. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran (Skenario Pembelajaran)
No
Kegiatan
Waktu
A.
1.
2.
3.











4.

5.

B.

1.

2.


3.


4.



5.







6.





7.


8.

9.


C.
1.
2.
3.
Kegiatan Awal (Pendahuluan)
Guru memberi salam kepada siswa.
Mengabsen siswa.
Guru menyampaikan sebuah cerita kiasan/analogi:  dalam sebuah pesta/perjamuan atau pertemuan, biasanya  orang-orang   penting /pejabat duduk di barisan depan. Semakin ke belakang, berisi orang-orang yang tidak penting/tidak berpengaruh. Penyusunan formasi seperti itu tentu mempunyai suatu maksud.
Dalam mengarang, penulis pun mempunyai pola-pola tertentu dalam mengatur  penempatan gagasan penting atau pokok.    Ada  yang berpola umum – khusus,   penting - tidak penting, pokok -penjelas,  atau sebaliknya.
Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4 orang.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

Kegiatan Inti
Tahap Think
Guru berdiskusi mengenai jenis-jenis paragraf dan pola pengembangan paragraf. (Eksporasi)
Guru menugaskan siswa membaca dengan intensif paragraf-paragraf yang telah disiapkan dalam bentuk LKS. (Eksporasi)
Siswa secara individu berusaha menemukan kalimat topik dan kalimat penjelas dari paragraf-paragraf yang diberikan. (Eksporasi)
Siswa berusaha menemukan pola-pola paragraf dan menuliskan hasil identifikasi mereka. (Eksporasi)

Tahap Pair
Guru menugaskan siswa dengan pasangannya mendiskusikan jenis paragraf, perbedaan antara paragaf deduktif dan induktif, dan pola pengembangan paragraf yang ada dalam LKS. (Elaborasi dan Konfirmasi dari sesama anggota kelompok)

Tahap Square
Guru menugaskan siswa bergabung dengan pasangan lain dalam kelompok mereka dan mendiskusikan kembali mengenai jenis paragraf, perbedaan, dan pola pengembangan paragraf. (Elaborasi dan Konfirmasi dari sesama anggota kelompok)

Guru menugaskan beberapa kelompok untuk mempresentasihakan hasil diskusi yang telah dilakukan. (Konfirmasi)
Guru menugaskan kelompok lain untuk memberikan komentar. (Konfirmasi)
Guru memberikan penjelasan dan mengumumkan kelompok terbaik. (Konfirmasi)

Kegiatan Akhir (penutup)
Guru dan siswa melakukan refleksi
Siswa merangkum materi
Evaluasi dengan tanya jawab
10 menit




















5 menit

5 menit


5 menit


5 menit



15 menit







15 menit





10 menit


5 menit

5 menit


10 menit

V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
·         Akhadiah, Sabarti, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.  Jakarta: Erlangga.
·         Ambarwati, Sri. _. Bahasa Indonesia ”KREATIF” (LKS). Klaten: Viva Pakarindo.
·         Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Ende: Nusa Indah.
·         Mafrukhi, dkk. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
·         Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT Refika Aditama.
·          Suyoto, Agustinus. 2009. Dasar-Dasar Analisis Kalimat. http://agsuyoto.files.wordpress.com/2008/07/analisis-kalimat.doc.Diakses tanggal 22 Juli 2009.

VI. A. Penilaian Psikomotor dan Afektif
No.
Nama Siswa
Aspek yang Dinilai
Skor total
Kerajinan
Kesiplinan
Tanggung jawab
Kerja sama
Keberanian

















B. Penilaian Kognitif
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
Instrumen
Tes Uraian
Tes Essai
kriteria penilaian :
5 : jika jawaban sempurna
4 : jika jawaban mendekati    sempurna
3 : jika jawaban hampir sendekati sempurna
2 : jika jawaban cukup
1 : jika jawaban salah
Skor = skor siswa  x 100
          Skor maksimal
1.      Identifkasilah jenis-jenis paragraf dalam artikel tersebut (artikel dari koran)!
2.      Jelaskan perbedaan antara paragraf induktif dan deduktif!
3.      Identifikasilah pola pengembangan paragraf-paragraf tersebut!


Mengetahui/menyetujui,
Kepala SMAN ....................


................................................
Singaraja, Juni 2010
Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia


I Putu Mas Dewantara



DAFTAR PUSTAKA



http://www.scribd.com/doc/44381080. Diakses 15 Juli 2011.

Sumarliyah, Eni. 2010. Upaya Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Keperawatan Medikal Bedah melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Iringan Musik. Tesis (Tidak diterbitkan). Program Pascasarjana, Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Suyanto, Kasihan K. E.. 2009. Model Pembelajaran (Materi Acuan pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) di PSG Rayon 15). Universitas Negeri Malang.

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar